SUARASELATAN, TAKALAR— Proyek Pembangunan pusat pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tahun 2022 lalu kini jadi trending topik karena bangunannya hingga kini tak dimanfaatkan. Padahal anggaran yang digunakan merupakan dana pinjaman yang kini jadi beban daerah setiap tahunnya.
Dana pinjaman melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) kini menyisakan polemik dan saling tuding dan lempar tanggung jawab dalam lingkup Dinas PUPR. Persoalannyapun kini tengah diselidiki Kejaksaan.
Proses lidik tersebut dipertegas oleh Kepala Dinas PUPR, Budiarosal yang menyampaikan kalau pihak kejaksaan telah mengambil dokumennya. “Kejari sudah ambil dokumen,” ungkap mantan Kadis Kominfo ini saat ditemui wartawan beberapa waktu lalu.
Dilain pihak, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Abd. Wahab juga menuding mantan Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas PUPR, Zumirrah dan mantan Kepala Bagian (Kabag) ULP, Muh. Irfan.
Sementara mantan Kepala Dinas PUPR, Muksin Tiro melalui via ponsel dengan gamblangnya menyampaikan kalau keseluruhan proses dari proyek pembangunan kios UMKM merupakan perintah Bupati yang kala itu di jabat H. Syamsari Kitta.
“Saya sama sekali tidak menerima sepeserpun dan juga tidak bisa menolak, karena itu perintah Bupati,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Swadaya Masyarakat Pembela Rakyat (LSM PERAK) menegaskan proyek UMKM yang menghabiskan anggaran milyaran rupiah yang terbengkalai dan tidak pernah Difungsikan ataupun tidak pernah dirasakan asas manfaatnya oleh masyarakat setempat itu harus diusut tuntas oleh pihak Aparat Penegak Hukum.
LSM PERAK dalam waktu dekat ini akan melaporkan ke institusi penegak hukum.
“Kami sudah lakukan pulbaket dan puldata, dalam waktu dekat laporan kami masukkan ke Kejaksaan atau langsung ke KPK RI di Jakarta,” ujar Burhan Salewangang, SH Koordinator Divisi Hukum dan Pelaporan LSM PERAK Indonesia saat diwawancarai, Kamis (27/2/25).
Lanjut Burhan, dikarenakan ada dugaan keterlibatan mantan Bupati Takalar, Syamsari Kitta maka kemungkinan besar pihaknya akan melakukan pelaporan resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.
Burhan juga membeberkan, ketiga proyek tersebut jika ditinjau dari asas manfaatnya, proyek tersebut sampai hari ini tidak digunakan berarti kuat dugaan adanya kerugian negara.
Proyek yang menelan dana PEN Rp 9 M ini juga diduga perencanaannya tidak efektif dan efisien dimana tidak ditunjang dengan studi kelayakan.
“Apakah dibuat berdasarkan kebutuhan riil atau hanya karena ada ketersediaan anggarannya,” jelasnya.
Pihaknyapun menekankan perlunya dilakukan audit terhadap proses perencanaan pembangunan tersebut, mulai dari KPA, PPK dan konsultan perencana.
“Mulai dari siklus pra perencanaan dan siklus pelaksanaan dan hasil audit akan bisa ditentukan pihak siapa yang bersalah dan wajib bertanggung jawab atas kegagalan fungsional bangunan tersebut dengan tidak memiliki asas manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya.
Diketahui, Proyek Pembangunan sentra UMKM di Galesong dan Gelesong Utara Kab Takalar Sulawesi Selatan (Sulsel) ini direncanakan untuk menjadi sarana pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19.
Ketiga bangunan tersebut dianggarkan lebih dari Rp9 miliar, yang berasal dari pinjaman dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun 2022.
Pengerjaan selesai pada awal 2023.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wahab sebelumnya telah mengatakan bahwa pagu anggaran yang ditetapkan untuk membangun tiga kios Sentra UMKM Takalar berjumlah Rp9 miliar.
“Di DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) 9 miliar untuk UMKM,” kata Wahab kepada wartawan.
Sementara beberapa rangkuman data yang di himpun media ini, nilai kontrak pengerjaan tiga kios hanya mencapai Rp6 miliar. Pengerjaan tersebut dilakukan oleh dua perusahaan.
CV Reso Pawiro Construction mengerjakan kios UMKM di Desa Palalakkang, Kecamatan Galesong, dengan nilai kontrak Rp2,395 miliar. Kemudian, CV Rama mengerjakan kios UMKM di Desa Tamasaju dan Desa Aeng Batu-Batu dengan nilai kontrak Rp3,855 miliar.(K7/*)